Ada sebuah pertanyaan yang patut kita renungkan, sebelum kita menjawabnya. Sebuah hakikat penciptaan dan makna hidup.
“Titik” itu ada / tidak ? Tidak ! kecuali bergantung pada Garis. “Garis” itu itu ada / tidak ? Tidak ! kecuali bergantung pada Bidang. “Bidang” itu ada / tidak ? Tidak ! kecuali bergantung pada Ruang. “Ruang” itu ada / tidak ? Tidak ! kecuali bergantung pada Firman-Nya (Dr. Damardjati Supadjar).
Ibarat titik, ternyata semua yang ada dan tampak di alam semesta ini semua karena Firman-Nya, karena memang ciptaan Alloh SWT. Antar satu dengan yang lain memang ada proses saling ketergantungan atau saling membutuhkan. Antara manusia satu dengan yang lain juga saling membutuhkan. Misalnya kalau kita butuh nasi/beras tentu yang berjasa adalah Petani, butuh rumah kita harus beli bahan-bahannya untuk membangun, butuh siraman rohani kita bisa mendengarkan pengajian, dll. Apa ada manusia yang merasa tidak membutuhkan orang lain ?.
Ternyata antara makhluk yang satu dengan yang lain, baik manusia, hewan, dan tumbuhan secara kodrati memang cenderung saling membutuhkan. Sedangkan makhluk itu sendiri pada dasarnya wajib mengingat bahwa kita semua ada karena diadakan, diciptakan, karena Firman-Nya. Jadi, sepantasnya kita juga taat dan tunduk terhadap aturan-aturan yang ditetapkan oleh Yang Maha Kuasa. Kalau ada manusia yang masih sombong, takabur, membangga-banggakan harta, kedudukan, maupun Yang ia punya, sesungguhnya itu adalah cerminan manusia yang bodoh. Karena harta, kedudukan adalah merupakan amanah yang harus kita jaga. Karena memegang amanah sesungguhnya memegang beban yang sangat berat. tetapi kenyataan menunjukkan banyak sekali orang yang berlomba-lomba dengan berbagai cara untuk meraih harta dan kedudukan tersebut, apakah mereka tidak ngerti dan paham bahwa kelak akan dimintai pertanggung jawabannya.
Tapi kalau kita sadar dan ingat bahwa kita diciptakan dan dipercaya didunia ini. Maka sikap dan tingkah laku kita sepantasnya berdasarkan aturan-aturan yang telah ditentukan. Kita berusaha untuk menjaga kelakuan kita, menjaga sikap dan tabiat kita agar tetap pada jalur yang lurus. Dan yang terpenting menjaga pribadi kita. Karena rusaknya moral sebenarnya manusia tidak menyadari tentang hakikat diri dan pribadi masing-masing. Maka dari itu, marilah kita berusaha untuk sadar dan ingat dengan cara “eling lan waspada” dengan memperbaiki kualitas diri baik keimanan, keislaman, dan keihsanan kita masing-masing dengan mengerti, memahami, dan tanggap terhadap diri dan pribadi kita. Maka marilah kita renungkan sebelum kita bertindak.